Berandai-andai ,Bilamana Upaya Hukum Kasasi Rismawati Simarmata, dkk Dikabulkan Oleh MA

Editor: MATA LENSA author photo

 

             


(Oleh: BMS SITUMORANG) 

Samosir.Jurnalisku.com.PANGURURAN - Untuk menghambat proses administrasi Usulan Pemberhentian (PAW) dari Anggota DPRD Kabupaten Samosir yang diajukan PDI Perjuangan pada tanggal 3 Maret 2021 lalu, maka Rismawati Simarmata dkk, telah menggugat DPP PDI Perjuangan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 9 Maret 2021 atas surat Pemecatannya dari Keanggotaan PDI Perjuangan. Gugatan tersebut tercatat dengan register perkara nomor: 159/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN Jkt.Pst tanggal 9 Maret 2021. 


Atas gugatan atau perkara tersebut , karena adanya eksepsi (tangkisan) mengenai kewenangan absolut dari para Tergugat maka Majelis Hakim telah mengeluarkan Putusan Sela yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 159/Pdt.Sus.Parpol/2021/PN Jkt.Pst tanggal 28 Juli 2021, yang pada pokonya amarnya berbunyi *"Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara Nomor 159/Pdt.Sus.Parpol/ 2021/PN Jkt.Pst."*


Terhadap Putusan tersebut, sesuai Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang berbunyi *"Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung"* maka pada tanggal 2 Agustus 2021, Rismawati Simarmata telah mendaftarkan upaya hukum kasasi. 


Setelah 4 (empat) bulan yaitu sejak Mei 2021 lalu nyaman dari proses usulan PAW berkat perlindungan dari Saut Martua Tamba selaku Ketua DPRD Samosir (dengan tidak memproses usulan PAW dari PDI Perjuangan), begitu Ibu Sorta Ertaty Siahaan resmi menjadi Ketua DPRD Kabupaten Samosir pada tanggal 9 September 2021 lalu, maka dengan maksud untuk menghambat proses usulan PAW yang akan diproses Ketua DPRD yang baru, pada tanggal 14 September 2021, Saut Martua Tamba,dkk (4 orang) menggugat DPP PDI Perjuangan ke Pengadilan Negeri Balige atas surat Pemecatannya dari Keanggotaan PDI Perjuangan. Gugatan tersebut tercatat dengan register perkara nomor: 96/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN.Blg tanggal 14 September 2021. 


Atas gugatan atau perkara tersebut, karena adanya eksepsi (tangkisan) mengenai kewenangan absolut dari para Tergugat maka Majelis Hakim telah mengeluarkan Putusan Sela yaitu Putusan Pengadilan Negeri Balige Nomor 96/Pdt.Sus-Parpol/2021/PN.Blg tanggal 06 Okt. 2021, yang pada pokonya amarnya berbunyi:  *"Menyatakan Pengadilan Negeri Balige tidak berwenang mengadili perkara ini*


Terhadap Putusan tersebut, sesuai Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang berbunyi *"Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung"* maka pada tanggal 11 Oktober 2021, Saut Martua Tamba dkk telah mendaftarkan upaya hukum kasasi. 


Dari 6 (enam) Anggota DPRD Kabupaten Samosir Fraksi PDI Perjuangan yang pada bulan Februari 2021 lalu dipecat dari Keanggotaan PDI Perjuangan, hanya seorang yang tidak menggugat DPP PDI Perjuangan yaitu atas nama Paham Gultom. 


Adapun pertimbangan hukum Majelis Hakim PN Jakarta Pusat dan Majelis Hakim PN Balige sebelum menyatakan tidak berwenang mengadili perkara, pada dasarnya adalah sama yaitu sama-sama mempertimbangkan bahwa sebelum mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri, para Penggugat terbukti belum menyelesaikan perselisihan atas pemecatannya secara internal yaitu melalui Mahkamah Partai. Atau dengan kata lain, dalam gugatannya para Penggugat tidak menguraikan mengenai adanya Putusan Mahkamah Partai Politik yang tidak disetujuinya. Pertimbangan demikian didasarkan pada Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 yang berbunyi sebagai berikut: 


Pasal 32

(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.

(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik.


Pasal 33 ayat (1) : Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.


Mencermati pertimbangan kedua Putusan tersebut termasuk puluhan Putusan lainnya di berbagai Pengadilan Negeri maupun Mahkamah Agung sebelumnya, hendaknya, sebelum mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri, para Anggota DPRD yang mau menggugat Partainya terlebih dahulu memastikan adanya Putusan Mahkamah Partai dengan mengajukan Permohonan Penyelesaian Perselisihan kepada Mahkamah Partai, dan kemudian mengejar terus-menerus agar Mahkamah Partai melakukan persidangan dan mengeluarkan Putusan. Bila tidak puas atau tidak setuju dengan Putusan Mahkamah Partai, baru mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.


Hendaknya para Anggota DPRD tidak langsung fokus untuk menghalangi atau menghentikan proses administrasi pemberhentian atau pergantian antarwaktu yang diajukan oleh Partai, dengan langsung mendaftarkan gugatan ke pengadilan negeri, tetapi dengan mengabaikan syarat adanya Putusan Mahkamah Partai. Karena akhirnya gugatan akan kandas pada tahap Putusan Sela. Kalaupun SK Peresmian Pemberhentian diterbitkan Gubernur untuk DPRD Kabupaten Kota, SK tersebut akan dibatalkan Gubernur kemudian bilamana Anggota DPRD yang menggugat menjukkan kepada Gubernur Putusan Pengadilan yang membatalkan SK Pemecatan Partai. 


Sebagaimana diuraikan di atas, baik amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta  Pusat maupun amar Putusan Pengadilan Negeri yang dimohonkan kasasi, bunyi amarnya adalah sama yaitu "menyatakan tidak berwenang mengadili perkara." Kalau sekiranya Majelis Hakim Mahkamah Agung  mengabulkan permohonan kasasi  kasasi yang diajukan 5 (lima) Anggota DPRD tersebut maka bunyi amarnya pada pokoknya adalah memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memeriksa pokok perkara." Artinya persidangan harus dilanjutkan lagi di kedua Pengadilan Negeri untuk memeriksa pokok perkara (pemeriksaan bukti surat, bukti Saksi, Ahli dan Kesimpulan dari Penggugat dan Tergugat, dan selanjutnya Putusan Akhir, yang amarnya bisa saja gugatan  dikabulkan, ditolak, atau dinyatakan tidak dapat diterima.  


Artinya, kalaupun permohonan kasasinya dikabulkan oleh Mahkamah Agung tidak serta merta atau tidak otomatis bahwa Rismawati Simarmata, Saut Martua Tamba,dkk kembali menjadi Anggota PDI Perjuangan.


Persoalan hukum yang muncul dan tidak diatur dalam UU No. 2 Tahun 2008  maupun UU No. 2 Tahun Tentang Partai Politik adalah mengenai jangka waktu persidangan bilamana MA memerintahkan Pengadilan Negeri untuk melanjutakan persidangan atau pemeriksaan perkara. 


Pasal 33 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2011 mengatur bahwa Perkara atau penyelesaian 

perselisihan yang dilakukan melalui pengadilan negeri diselesaikan (= diputus) oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri,  dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.


Sementara, gugatan Rismawati Simarmata terdaftar tanggal 9 Maret 2021 dan diputus tanggal 28 Juli 2021, sehingga diselesaikan selama 112 (seratus dua belas) hari [23 + 30 + 31 + 28 hari] terhitung sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 


Sedangkan gugatan Saut Martua Tamba,dkk terdaftar tanggal 14 September 2021, dan diputus tanggal 6 Oktober 2021, sehingga diselesaikan selama 23 (dua puluh tiga) hari terhitung sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri Balige.


Bilamana berandai-andai bahwa Permohonan Kasasi Rismawati Simarmata, Saut Martua Tamba,dkk dikabulkan oleh Majelis Hakim Kasasi, dengan memerintahkan kedua Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atas kedua perkara, maka timbul beberapa pertanyaan diantaranya: 1. Apakah jangka waktu penyelesaian perkara setelah Putusan MA dihitung  sebagaimana lanjutan dari Pasal 33 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2021? 2. Apakah Hakim MA tidak justru memerintahkan Pengadilan Negeri untuk melanggar Undang-Undang kalau MA memerintahkan Pengadilan Negeri untuk melakukan pemeriksaan atas pokok perkara? 


Pertanyaan pertama barangkali akan mudah dijawab: Ya, perhitungan jangka waktunya dilanjutkan atau digabungkan. Namun yang sulit dijawab adalah pertanyaan yang kedua. Semoga Partai-Partai dan/atau Fraksi DPR RI tergerak mengevaluasi ulang UU Partai Politik, dan kemudian mengusulkan perubahan. 


(Ranto.S)

Share:
Komentar

Berita Terkini